Upaya memperkuat pendidikan karakter berbasis budaya lokal di sekolah dasar semakin mendapatkan perhatian setelah penelitian tesis yang dilakukan oleh Ali Mas’ud, mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang, menunjukkan bahwa penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema Kearifan Lokal mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan siswa. Penelitian ini dilakukan secara mendalam di UPT SD Negeri Pojok 01 Garum, sebuah sekolah dasar yang aktif mengembangkan Program P5 sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.
![]() |
| UPT SD Negeri Pojok 01 Garum. Dok. |
Penelitian tersebut mengungkap bagaimana siswa kelas IV belajar mengenal, memahami, dan melestarikan budaya lokal melalui kegiatan proyek yang langsung bersentuhan dengan tradisi masyarakat sekitar. P5 tidak hanya memberikan pengalaman belajar yang konkret bagi siswa, tetapi juga menjadi sarana bagi sekolah untuk menanamkan nilai-nilai moral, sosial, dan budaya yang telah lama menjadi identitas masyarakat Blitar.
Program P5 dengan tema Kearifan Lokal dilaksanakan sebagai upaya mengenalkan budaya daerah kepada siswa sejak dini. Dalam kegiatan ini, siswa mempelajari beragam tradisi, membuat karya seni lokal, mewawancarai tokoh masyarakat, serta menampilkan hasil belajar mereka melalui kegiatan panen karya. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan budaya, tetapi juga mengembangkan karakter seperti gotong royong, mandiri, kreatif, dan bernalar kritis, empat nilai yang menjadi indikator utama dalam Profil Pelajar Pancasila.
![]() |
| Wawancara kepala sekolah UPT SD Negeri Pojok 01 Garum. Dok. |
Pelaksanaan P5 di UPT SD Negeri Pojok 01 Garum melibatkan berbagai elemen penting di lingkungan sekolah. Siswa kelas IV merupakan peserta utama yang mengikuti rangkaian kegiatan proyek secara aktif. Mereka terlibat dalam diskusi kelompok, eksplorasi budaya, hingga pembuatan karya seni yang mencerminkan tradisi daerah. Guru kelas IV berperan sebagai fasilitator yang menyusun modul proyek, mengembangkan aktivitas pembelajaran, memandu diskusi, serta memastikan siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna.
![]() |
| Wawancara wali kelas IV UPT SD Negeri Pojok 01 Garum. Dok |
Di tingkat manajemen sekolah, kepala sekolah berperan sebagai penanggung jawab program. Ia memastikan bahwa seluruh kegiatan P5 berjalan dengan lancar, menyediakan fasilitas pendukung, serta membangun kerja sama dengan masyarakat lokal. Kolaborasi ini menjadi penting karena proyek bertema kearifan lokal menuntut keterlibatan tokoh adat, seniman daerah, dan pelaku budaya sebagai narasumber utama.
Dalam kegiatan ini, tokoh adat, pelaku seni, dan pembatik lokal turut dihadirkan untuk memberikan penjelasan langsung mengenai nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat Blitar. Melalui perjumpaan ini, siswa mendapatkan pengalaman belajar yang autentik, kontekstual, dan berakar pada kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar. Orang tua siswa juga dilibatkan dalam kegiatan panen karya sebagai bentuk dukungan terhadap proses perkembangan anak, sekaligus memperkuat hubungan antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
![]() |
| Siswa SDN Pojok 01 Garum Blitar membatik motif cakrapala paduan bunga. Dok. |
Seluruh rangkaian kegiatan tersebut diteliti secara mendalam oleh Ali Mas’ud, di bawah bimbingan Prof. Dr. Sa’dun Akbar, M.Pd dan Dr. Mardhatillah, M.Pd, serta diuji oleh tim penguji dari program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Penelitian ini menghasilkan temuan akademik yang dapat menjadi acuan penting dalam pengembangan P5 berbasis kearifan lokal di sekolah dasar.
Program P5 di sekolah ini berlangsung sepanjang Tahun Ajaran 2025/2026 dengan fokus pada pelestarian budaya sekitar. Siswa kelas IV mengikuti berbagai kegiatan yang diarahkan untuk mengenal dan mengapresiasi budaya daerah Blitar. Beberapa tradisi yang menjadi bagian dari proyek antara lain Larung Sesaji, Kirim Dawuhan, serta pengenalan kesenian Jaranan Turonggo Cahyo Budoyo. Melalui kegiatan ini, siswa memperoleh pemahaman tentang makna tradisi, nilai spiritualitas masyarakat Jawa, dan pentingnya menjaga harmonisasi dengan alam.
Tidak hanya mempelajari tradisi melalui cerita dan diskusi, siswa juga diajak untuk berpartisipasi langsung dalam kegiatan berbasis praktik. Mereka membuat kerajinan batik motif khas Blitar, mengikuti workshop pembuatan hiasan tradisional, dan terlibat dalam kegiatan menanam padi untuk memahami budaya agraris yang menjadi ciri khas masyarakat pedesaan. Selain itu, siswa melakukan wawancara dengan tokoh adat dan pelaku seni lokal untuk menggali makna budaya dari sudut pandang pelaku tradisi.
![]() |
| Siswa SDN Pojok 01 Garum membuat pola batik. Dok. |
Hasil penelitian menunjukkan bahwa program P5 memberikan dampak positif terhadap tiga aspek perkembangan siswa. Dari aspek kognitif, siswa mampu menjelaskan makna tradisi lokal dan memahami hubungan budaya dengan kehidupan masyarakat. Mereka dapat mengidentifikasi ciri khas tradisi daerah dan menjelaskan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dari aspek afektif, tumbuh rasa bangga terhadap identitas daerah, rasa ingin tahu terhadap budaya lokal, serta sikap toleransi dan gotong royong dalam bekerja sama dengan teman. Dari aspek psikomotor, siswa mampu menghasilkan karya nyata berupa kerajinan budaya, seperti batik mini, hiasan tradisional, topeng kecil, hingga replika alat budaya yang menjadi karakteristik masyarakat Blitar.
Meski demikian, penelitian ini juga mencatat beberapa tantangan dalam pelaksanaan P5. Salah satunya adalah keterbatasan waktu proyek yang membuat beberapa kegiatan tidak dapat dieksplorasi secara mendalam. Selain itu, sebagian siswa masih kurang memahami makna filosofis dari tradisi lokal, sehingga guru perlu memberikan penjelasan tambahan. Minimnya dokumen pendukung dan sumber belajar juga menjadi kendala tersendiri bagi sekolah. Oleh karena itu, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyediakan media pembelajaran dan menghadirkan contoh konkret agar nilai budaya lebih mudah dipahami siswa.
Kepala UPT SD Negeri Pojok 01 Garum menyambut baik hasil penelitian ini dan berharap temuan tersebut dapat menjadi dasar pengembangan program budaya di sekolah. Ia menegaskan bahwa P5 memberikan pengalaman belajar yang dekat dengan kehidupan siswa dan membantu mereka memahami identitas budaya daerah. “Ketika anak-anak mengenal budayanya, mereka tidak hanya belajar tentang masa lalu, tetapi juga membangun karakter untuk masa depan,” ujarnya.
Melalui tesis ini, Ali Mas’ud menegaskan bahwa P5 bukan sekadar kewajiban dalam Kurikulum Merdeka, tetapi juga menjadi sarana strategis untuk menjaga identitas budaya daerah. “Pendidikan tidak boleh terputus dari akar budaya. Anak-anak adalah penerus tradisi, dan sekolah menjadi tempat terbaik untuk mengajarkan nilai itu,” ungkapnya.
Dokumentasi kegiatan seperti pembuatan batik, wawancara tokoh adat, observasi budaya, serta panen karya menjadi bukti bahwa proyek ini berhasil membangun ekosistem belajar yang melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi sekolah lain untuk menerapkan P5 secara kreatif, berkelanjutan, dan sesuai dengan konteks budaya daerah masing-masing.
Selain memberikan manfaat langsung bagi siswa, pelaksanaan P5 berbasis kearifan lokal di UPT SD Negeri Pojok 01 Garum juga memberikan dampak positif bagi guru dan lingkungan sekolah. Guru mengaku mendapatkan pengalaman berharga dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih inovatif dan kreatif. Mereka tidak lagi hanya mengandalkan metode ceramah, tetapi mengajak siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung, observasi lapangan, dan dialog dengan para pelaku budaya. Hal ini mendorong guru untuk terus beradaptasi, menggali referensi, serta membangun kolaborasi yang lebih kuat dengan masyarakat sekitar.
![]() |
| Kegiatan pembiasaan sholat Dhuha sebelum pembelajaran di mushola. Dok. |
Pihak sekolah juga menyadari bahwa P5 membuka peluang besar untuk menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan masyarakat. Melalui kegiatan proyek, sekolah dapat menghadirkan tokoh adat dan pelaku seni sebagai mitra yang turut mendukung pendidikan karakter siswa. Keterlibatan mereka memperkuat pesan bahwa pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah semata, tetapi merupakan kerja sama tiga pihak: sekolah, keluarga, dan masyarakat. Kerja sama ini terbukti efektif dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif, relevan, dan berdampak bagi perkembangan anak.
Bagi masyarakat, keterlibatan dalam P5 memberikan kesempatan untuk memperkenalkan budaya daerah kepada generasi muda. Banyak tokoh adat mengungkapkan bahwa tradisi lokal saat ini mulai kurang dikenal oleh anak-anak. Melalui P5, mereka merasa budaya tersebut kembali dihargai dan dikenali keberadaannya. Tidak sedikit di antara mereka yang bangga karena tradisi yang diwariskan secara turun-temurun kini dipelajari di sekolah sebagai bagian dari pendidikan formal.
Penelitian ini juga menyoroti bahwa implementasi P5 berpotensi menjadi model pembelajaran yang dapat direplikasi di sekolah lain, terutama di daerah yang memiliki kekayaan budaya lokal. Setiap daerah memiliki tradisi, seni, dan kearifan lokal masing-masing yang dapat dijadikan sumber belajar autentik. Dengan pendekatan yang tepat, sekolah dapat mengembangkan P5 sebagai sarana untuk memperkenalkan identitas budaya dan menanamkan nilai karakter bangsa yang sejalan dengan Profil Pelajar Pancasila.
Ke depan, Ali Mas’ud berharap ada dukungan lebih luas dari pemerintah dan pemangku kebijakan untuk memperkaya sumber belajar terkait budaya lokal. Penyediaan media pembelajaran visual, dokumentasi budaya, serta panduan implementasi yang lebih lengkap akan sangat membantu sekolah dalam menjalankan P5 secara maksimal. Ia juga menekankan pentingnya pelatihan guru dalam memahami nilai, filosofi, dan praktik tradisi agar pembelajaran yang diberikan kepada siswa semakin tepat, akurat, dan bermakna.
Dengan berbagai manfaat yang telah terbukti, implementasi P5 berbasis kearifan lokal di UPT SD Negeri Pojok 01 Garum menjadi contoh nyata bahwa pendidikan berbasis budaya dapat berjalan efektif jika dilaksanakan secara terencana, didukung kolaborasi kuat, dan dijalankan dengan kesadaran bahwa budaya adalah bagian penting dari jati diri bangsa. Program ini tidak hanya membentuk siswa yang cerdas, tetapi juga siswa yang berkarakter, berbudaya, dan beridentitas kuat sebagai generasi penerus bangsa.
Sumber : Ali Mas’ud – Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar, Universitas Negeri Malang
Editor : Dhiya Nasywa






0 Komentar